Wednesday, September 26, 2007

Wireless Standards - 802.11b 802.11a 802.11g and 802.11n

Wireless Standards - 802.11b 802.11a 802.11g and 802.11n

From Bradley Mitchell,Your Guide to Wireless / Networking.FREE Newsletter. Sign Up Now!
The 802.11 family explained


Home and business networkers looking to buy wireless local area network (WLAN) gear face an array of choices. Many products conform to the 802.11a, 802.11b, 802.11g, or 802.11n wireless standards collectively known as Wi-Fi technologies. Additionally, Bluetooth and various other non Wi-Fi technologies also exist, each also designed for specific networking applications.
This article describes the Wi-Fi and related technologies, comparing and contrasting them to help you make educated network building decisions.
802.11In 1997, the Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE) created the first WLAN standard. They called it 802.11 after the name of the group formed to oversee its development. Unfortunately, 802.11 only supported a maximum network bandwidth of 2 Mbps - too slow for most applications. For this reason, ordinary 802.11 wireless products are no longer manufactured.
802.11bIEEE expanded on the original 802.11 standard in July 1999, creating the 802.11b specification. 802.11b supports bandwidth up to 11 Mbps, comparable to traditional Ethernet.
802.11b uses the same unregulated radio signaling frequency (2.4 GHz) as the original 802.11 standard. Vendors often prefer using these frequencies to lower their production costs. Being unregulated, 802.11b gear can incur interference from microwave ovens, cordless phones, and other appliances using the same 2.4 GHz range. However, by installing 802.11b gear a reasonable distance from other appliances, interference can easily be avoided.
Pros of 802.11b - lowest cost; signal range is good and not easily obstructed
Cons of 802.11b - slowest maximum speed; home appliances may interfere on the unregulated frequency band
802.11aWhile 802.11b was in development, IEEE created a second extension to the original 802.11 standard called 802.11a. Because 802.11b gained in popularity much faster than did 802.11a, some folks believe that 802.11a was created after 802.11b. In fact, 802.11a was created at the same time. Due to its higher cost, 802.11a is usually found on business networks whereas 802.11b better serves the home market.
802.11a supports bandwidth up to 54 Mbps and signals in a regulated frequency spectrum around 5 GHz. This higher frequency compared to 802.11b shortens the range of 802.11a networks. The higher frequency also means 802.11a signals have more difficulty penetrating walls and other obstructions.
Because 802.11a and 802.11b utilize different frequencies, the two technologies are incompatible with each other. Some vendors offer hybrid 802.11a/b network gear, but these products merely implement the two standards side by side (each connected devices must use one or the other).
Pros of 802.11a - fast maximum speed; regulated frequencies prevent signal interference from other devices
Cons of 802.11a - highest cost; shorter range signal that is more easily obstructed
802.11gIn 2002 and 2003, WLAN products supporting a newer standard called 802.11g emerged on the market. 802.11g attempts to combine the best of both 802.11a and 802.11b. 802.11g supports bandwidth up to 54 Mbps, and it uses the 2.4 Ghz frequency for greater range. 802.11g is backwards compatible with 802.11b, meaning that 802.11g access points will work with 802.11b wireless network adapters and vice versa.
Pros of 802.11g - fast maximum speed; signal range is good and not easily obstructed
Cons of 802.11g - costs more than 802.11b; appliances may interfere on the unregulated signal frequency
802.11nThe newest IEEE standard in the Wi-Fi category is 802.11n. It was designed to improve on 802.11g in the amount of bandwidth supported by utilizing multiple wireless signals and antennas (called MIMO technology) instead of one.
When this standard is finalized, 802.11n connections should support data rates of over 100 Mbps. 802.11n also offers somewhat better range over earlier Wi-Fi standards due to its increased signal intensity. 802.11n equipment will be backward compatible with 802.11g gear.
Pros of 802.11n - fastest maximum speed and best signal range; more resistant to signal interference from outside sources
Cons of 802.11n - standard is not yet finalized; costs more than 802.11g; the use of multiple signals may greatly interfere with nearby 802.11b/g based networks.
What About Bluetooth and the Rest?Aside from these four general-purpose Wi-Fi standards, several other related wireless network technologies exist.
Other IEEE 802.11 working group standards like 802.11h and 802.11j are extensions or offshoots of Wi-Fi technology that each serve a very specific purpose.
Bluetooth is an alternative wireless network technology that followed a different development path than the 802.11 family. Bluetooth supports a very short range (approximately 10 meters) and relatively low bandwidth (1-3 Mbps in practice) designed for low-power network devices like handhelds. The low manufacturing cost of Bluetooth hardware also appeals to industry vendors. You can readily find Bluetooth in the netowrking of PDAs or cell phones with PCs, but it is rarely used for general-purpose WLAN networking due to the range and speed considerations.
WiMax also was developed separately from Wi-Fi. WiMax is designed for long-range networking (spanning miles or kilometers) as opposed to local area wireless networking.

Friday, September 14, 2007

Internet Hotspot

Hotspot atau tempat yang menyediakan layanan akses Internet dengan menggunakan wireless memang sudah sangat banyak. Mulai dari cafe, restoran, sampai hotel pada umumnya menyediakan layanan Internet tanpa kabel ini. Hal ini disebabkan banyaknya perangkat yang telah dilengkapi dengan teknologi wireless, sehingga tren penggunaannya pun semakin tinggi.Sayangnya, tidak semua orang mengerti bagaimana cara membangun infrastruktur Wi-Fi. Kurangnya informasi dan mungkin harga yang agak mahal membuat banyak pemilik tempat usaha enggan untuk membangun hotspot. Padahal, adanya hotspot ini sangat berpotensi untuk menambah daya tarik dan juga bisa menambah penghasilan dari tempat itu sendiri.Artikel ini akan membahas hal-hal penting yang perlu Anda ketahui untuk menyediakan layanan hotspot. Hal yang dibahas memang relatif sederhana sehingga bisa diikuti oleh pemula sekalipun (asalkan sudah memiliki dasar-dasar jaringan). Di akhir artikel, akan juga akan membahas salah satu alat yang cukup praktis untuk digunakan sebagai hotspot gateway.1. Tentukan konsep hotspot AndaKonsep hotspot ini merupakan awal yang sangat penting untuk Anda tentukan. Apakah hotspot Anda nantinya akan dapat digunakan secara gratis atau harus membeli voucher tertentu? Anda harus menentukan hal dasar ini terlebih dahulu karena akan menyangkut perencaaan infrastruktur hotspot itu sendiri.Alternatif yang biasa dipilih adalah memberikan waktu trial khusus secara gratis selama beberapa waktu (satu atau dua bulan pertama). Selanjutnya, pengunjung harus membayar atau membeli voucher sebelum bisa mengakses hotspot Anda. Kadang kala, ada beberapa tempat yang memang sengaja memberikan layanan Wi-Fi hotspot secara gratis. Namun, Anda harus berbelanja (atau memesan makanan) selama mengakses hotspot tersebut.2. Akses Internet yang cukup cepatHal pertama yang harus Anda miliki adalah akses Internet. Akses Internet ini pada umumnya menggunakan layanan broadband dengan kecepatan yang cukup tinggi (128 Kbps atau lebih), tergantung target jumlah pengunjung yang akan mengakses layanan hotspot ini.3. Membuat hotspot tanpa billingBagian ini akan membahas singkat mengenai cara pembuatan hotspot gratis (tanpa sistem billing tertentu).Secara umum, sistem hotspot gratisan tidaklah berbeda jauh dengan sistem Wi-Fi di rumah yang saat ini mulai banyak digunakan. Anda hanya perlu beberapa alat untuk membuat jaringan seperti ini.Alat pertama yang harus Anda miliki tentunya adalah modem. Modem ini harus disesuaikan dengan jenis koneksi Internet yang Anda gunakan (ADSL, Cable, dan lainnya).Selanjutnya, Anda juga harus memiliki sebuah router yang akan berfungsi sebagai gateway. Router inilah yang akan mengatur semua koneksi dari client ke Internet. Sebaiknya, Anda membeli router yang telah dilengkapi dengan fungsi Access Point terintegrasi. Jika Anda membeli router yang tidak memiliki fungsi Access Point, maka Anda juga harus membeli Access Point terpisah.4. Membuat hotspot dengan billing
Membuat hotspot dengan billing memang lebih rumit dibandingkan dengan tanpa billing. Sistem yang umum digunakan adalah dengan menggunakan voucher generator yang secara otomatis akan dibuat oleh sistem. Hampir semua vendor wireless besar sudah memiliki sistem ini.Sistem ini umumnya bisa bekerja secara independen. Ia memiliki fungsi router/gateway dan juga Access Point (Anda tetap harus membeli modem). Sistem billing dan voucher generator-nya telah terintegrasi. Biasanya, ia juga memiliki keypad (untuk menentukan jumlah voucher yang dibeli) dan printer (untuk mencetak voucher). Sistem ini hanya perlu dikonfigurasi saat awal via PC, selanjutnya semua operasi sistem bisa bekerja secara independen. PC hanya dibutuhkan untuk melakukan perubahan konfigurasi saja.

5. Konfigurasi akses Internet
Infrastruktur jaringan yang harus dibuat pada dasarnya cukup sederhana. Dasarnya, untuk koneksi ke Internet akan dibutuhkan modem. Dari modem, koneksi akan dimasukkan ke router atau gateway. Selanjutnya, dari router koneksi baru dibagi ke client via koneksi kabel ataupun wireless (via Access Point).Hampir semua alat sejenis bisa dikonfigurasi via jaringan dari PC client. Syarat utamanya adalah IP dari client harus satu segmen dengan IP dari perangkat yang ingin dikonfigurasi. Anda bisa mencari informasi ini di buku manual perangkat Anda.Proses konfigurasi awal yang biasanya harus dilakukan adalah melakukan koneksi ke Internet via modem. Salah satu port pada router (port WAN) biasanya harus dihubungkan ke modem. Selanjutnya, proses konfigurasi biasanya dilakukan via interface web based yang disediakan oleh router Anda. 6. Masalah DHCP server
Setelah jaringan sukses terkoneksi, maka Anda harus mengaktifkan DHCP server. DHCP server ini berguna untuk memberikan IP secara otomatis kepada setiap user. Cara ini memudahkan pengunjung untuk mengakses hotspot Anda (khususnya untuk sistem free tanpa login). Namun, cara ini bisa juga memberikan lubang keamanan karena Anda lebih sulit untuk mengendalikan pengunjung yang mengakses hotspot.Menurut CHIP, jalan terbaik sebenarnya tergantung Anda sendiri. Untuk Anda yang menerapkan sistem free (tanpa voucher), tidak mau repot dengan pengaturan IP, dan tidak keberatan hotspot diakses oleh banyak orang, maka mengaktifkan DHCP adalah jalan terbaik. Batasi jumlah client yang akan diberikan IP oleh DHCP (misal 10 client). Dengan begitu, jumlah pengunjung yang bisa mendapatkan IP hanya maksimal 10 client saja.Jika Anda mau lebih selektif, maka DHCP boleh dinonaktifkan. Setiap user yang akan mengakses hotspot harus terlebih dahulu meminta informasi alamat IP dari Anda selaku pemilik hotspot.Bagi Anda yang menerapkan sistem login/voucher, maka DHCP server boleh diaktifkan. Soalnya, user tidak akan bisa mengakses Internet tanpa username dan password yang benar dari voucher, walaupun ia telah mendapatkan IP dari DHCP server.7. Memantau statistik user
Hal ini hanya perlu dilakukan oleh Anda yang menggunakan sistem login. Masuklah ke router dan cari menu “Account Table” atau sejenisnya. Di sana, Anda bisa menemukan username dan password yang di-generate oleh sistem.Informasi yang lebih detail seperti lama login, sisa waktu login, dan jumlah uang yang dibayarkan juga bisa dilihat. Pastikan saja bahwa tidak ada kejanggalan di sini. Setiap kejanggalan sebaiknya segera diperiksa lebih detail. 8. Enkripsi yang tepat
Jaringan wireless tanpa enkripsi sangatlah tidak aman. Oleh sebab itu, aktifkan fungsi enkripsi setidaknya WEP 64 atau 128 bit. Perlu diperhatikan bahwa dengan aktifnya enkripsi maka proses zero configuration akan sulit untuk dilakukan. User harus memasukkan enkripsi yang sesuai sebelum bisa login ke dalam hotspot.9. Client yang ingin mengakses
Tidak semua client memiliki kepandaian yang setara. Apalagi untuk kawasan hotspot yang tidak zero config (membutuhkan pengaturan/konfigurasi tambahan). Oleh karena itu, Anda selaku pemilik hotspot harus bisa menyediakan informasi yang jelas agar user bisa login dengan mudah.Beberapa konfigurasi pengaturan seperti alamat IP (untuk hotspot tanpa DHCP server), metode enkripsi, sampai pemilihan Access Point (untuk area yang memiliki beberapa hotspot), harus diinformasikan dengan jelas kepada calon pengguna. Setidaknya, Anda menyediakan satu atau dua petugas yang mengerti teknis konfigurasi client hotspot. Konsumen yang kecewa dapat dengan mudah meninggalkan tempat Anda dan mencari hotspot lain yang lebih informatif.KNOW HOW
Walled Garden: Alamat web yang dapat diakses secara gratis tanpa perlu menggunakan login yang biasanya tersedia pada voucher. Anda bisa menentukan beberapa alamat web yang bisa diakses secara gratis tanpa perlu login. Tujuannya adalah agar calon pengguna bisa mencoba kecepatan akses hotspot Anda terlebih dahulu.Landing Page: Halaman depan sebuah Hotspot. Hotspot yang baik seharusnya dikonfigurasi agar menampilkan halaman ini secara otomatis jika terjadi kesalahan login atau login tidak dikenal. Halaman ini merupakan halaman awal yang muncul sebelum menggunakan hotspot.Voucher: Kartu yang berisi data login dan informasi konfigurasi jaringan untuk mengakses Internet dalam jangka waktu tertentu. SMCWHSG44-G dan SMCWHS-POS»Bangun Hotspot dalam Sekejap
Membangun hotspot memang tidak mudah bagi kebanyakan orang. Beberapa produsen tampaknya telah memikirkan hal tersebut. Mereka menyediakan solusi out-of-the-box untuk Anda yang ingin membuat hotspot. Solusi out-of-the-box ini berarti Anda hanya perlu menyediakan koneksi Internet dan melakukan sedikit konfigurasi. Selanjutnya, alat ini akan mengatur semuanya. Anda hanya perlu memberikan voucher kepada calon pengguna. Voucher ini akan dibuat secara otomatis oleh mesin gateway tersebut.Hotspot gateway dari SMC
CHIP kebetulan mendapatkan pinjaman seperangkat hotspot gateway dari SMC. Hotspot gateway tersebut terdiri dari dua alat, yaitu SMC EliteConnect SMCWHSG44-G (broadband router dengan fungsi hotspot) dan SMCWHS-POS (POS printer untuk mencetak voucher). Anda juga akan mendapatkan sebuah keypad numerik yang nantinya digunakan untuk memasukkan nilai voucher yang ingin dicetak berdasarkan lama online.Kedua perangkat tersebut bisa bekerja tanpa membutuhkan peralatan tambahan lain. Namun, proses konfigurasi awal membutuhkan PC yang terkoneksi ke perangkat SMCWHSG44-G. Setelah proses konfigurasi selesai, perangkat ini bisa bekerja secara mandiri.Instalasi relatif mudah
Proses instalasi awal memang agak sedikit membingungkan. Anda akan memperoleh sebuah router, POS printer, dan numeric keypad. Interkoneksi antar ketiga modul ini juga tampak sedikit rumit. Namun, SMC tampaknya sudah mengantisipasi hal ini. Sebuah diagram yang lengkap disediakan dalam buku manual SMC. Dengan adanya diagram ini, proses instalasi kabel antarperangkat bisa dilakukan dengan sangat mudah.Setelah selesai melakukan instalasi kabel, proses selanjutnya yang harus Anda lakukan adalah melakukan konfigurasi router. CHIP menggunakan sebuah PC yang terhubung langsung ke port pada router. Setelah menyamakan segmen IP, maka proses konfigurasi bisa dilakukan dengan mudah. Seperti juga kebanyakan perangkat sejenis, SMC menyediakan pengaturan berbasiskan web based management. Artinya, Anda bisa melakukan pengaturan dengan mudah menggunakan browser.Pengaturan menjadi kunci
Proses pengaturan akan memegang peranan penting. Tanpa proses pengaturan yang benar, bisa jadi hotspot Anda tidak bekerja maksimal.Pengaturan pertama yang harus Anda lakukan adalah mengatur konfigurasi Internet. SMC mendukung penggunaan gateway sampai dengan empat buah jalur koneksi (router ini menyediakan total lima port switch). Anda bisa memilih untuk menggunakan satu sampai empat buah gateway yang mendukung fungsi load balancing (berdasarkan port maupun alamat IP).Pengaturan lanjutan yang juga harus Anda lakukan adalah pengaturan keamanan. Anda harus mengatur enkripsi login dan enkripsi untuk koneksi (WEP atau WPA).Pengaturan terakhir adalah untuk menentukan harga sewa dari hotspot Anda. Harga sewa ditentukan per unit. Sementara itu, setiap unit memiliki durasi waktu tertentu. Semuanya bisa diatur dari interface web router ini.Setelah proses konfigurasi selesai, maka sistem akan otomatis meminta Anda untuk melakukan restart router. Klik tombol “Restart” dan tunggu sekitar 10 detik sampai sistem menampilkan kembali layar login.Tahap uji coba
Setelah semua proses konfigurasi selesai, maka Anda sudah siap untuk mencoba hotspot Anda. Cara mencetak voucher sebenarnya sederhana saja. Anda hanya perlu mengetikkan jumlah unit pada keypad numerik yang disediakan. Misalkan, Anda mengetikkan angka “0”, “2”, dan “Enter”, maka voucher akan dicetak dengan nominal dua unit. Waktu per unitnya merupakan waktu yang telah Anda tentukan sebelumnya. Nominal harga per unit yang tercetak juga sudah ditentukan oleh Anda dalam pengaturan sebelumnya. Sebagai tambahan, alat ini juga akan mencetak konfigurasi jaringan yang harus diatur oleh calon pengguna pada notebook/PDA-nya.Akhir Kata
Hotspot atau tempat mengakses Internet dengan menggunakan Wi-Fi memang bukan lagi merupakan barang baru. Tetapi apakah memang sudah saatnya Anda menyediakan layanan ini di tempat Anda (restoran, kafe, atau toko buku)?Ada beberapa hal yang harus Anda perhatikan sebelum menyediakan layanan ini. Hal pertama yang harus Anda pertimbangkan adalah target konsumen yang biasanya mampir ke tempat Anda. Jika selama ini tempat Anda hanya dijadikan tempat “mangkal” orang-orang yang tidak terbiasa dengan peralatan ber-Wi-Fi, menyediakan hotspot tidak akan memberikan nilai tambah bagi pengunjung. Sebaliknya, bila pengunjung tempat Anda merupakan kaum eksekutif, maka menyediakan Wi-Fi akan memberikan nilai tambah yang sangat potensial. Anda pun bisa mendapatkan pemasukkan ekstra dengan menjual voucher hotspot.Pertimbangan lainnya adalah aspek ekonomis. Pengeluaran bulanan Anda otomatis akan bertambah dengan adanya hotspot. Pemilihan jenis koneksi dan kecepatan yang tepat tentunya berperan untuk memberikan nilai ekonomis. Jangan sampai Anda memilih koneksi Internet yang cepat dan mahal, tetapi tidak banyak digunakan oleh pengunjung (alias mubazir). Dari sisi pemasukan, Anda bisa mendapatkan keuntungan dari penjualan voucher yang dibeli oleh pengunjung. Selain itu, pengunjung juga kemungkinan besar akan memesan makanan/minuman ekstra selama mengakses hotspot Anda. Ini juga berarti pemasukkan ekstra untuk Anda. Source : CHIP 03/2006Author :

Jimmy.Auw@CHIP.co.id Jimmy.Auw@CHIP.co.id

Jeroan Wireless Broadband Internet Access

Yohanes Sumaryo yohanessumaryo@geocities.com / sumaryo@netadsl.net
Onno W. Purbo onno@indo.net.id


Tulisan ini merupakan hasil pengalaman di lapangan rekan Y. Sumaryo yohanessumaryo@geocities.com / sumaryo@netadsl.net bersama rekan-rekannya yang sudah beberapa lama bereksperimen & menderita susah payahnya menjalankan / mengoperasikan jaringan internet tanpa kabel pada kecepatan tinggi 2-11Mbps di kawasan Cempaka Mas di daerah Cempaka Putih, Jakarta. Pengalaman selama ini lebih banyak pada aspek compatibility test, interoperability, kekuatan sinyal (walaupun agak sulit), perangkat lunak pembantu dan tentunya dari sisi bisnis / usaha adalah value for money. Mudah-mudahan tulisan ini dapat membantu rekan-rekan yang ingin mengembangkan WARNET, RT/RW-net bahkan mungkin juga kecamatan-net.

Tentunya dari sisi legalitas masih banyak pertanyaan mengingat semua permohonan ijin Wireless LAN (WLAN) 2.4GHz masih di pending oleh POSTEL. Juga masih tidak jelas sertifikasi peralatan WLAN yang berbasis IEEE 802.11, karena belum ada standar yang jelas dari pemerintah. Sebaiknya anda yang tertarik isu ini subscribe ke indowli@yahoogroups.com, karena kebetulan teman-teman yang lain & juga POSTEL berada di mailing list tersebut. Jadi logikanya cukup transparan untuk mendiskusikan secara terbuka aspek legal WLAN 2.4GHz, 5GHz & 5.8GHz maupun teknologi Wireless Internet Access lainnya.

Jeroan Teknologi Wireless Broadband Internet Access

Kami sangat sarankan bagi rekan pengguna & pemerhati broadband wireless untuk membaca synopsis singkat yang bisa diambil dari http://www.networkcomputing.com/1201/1201ws1.html sebagai referensi.

Teknologi WLAN 2.4GHz, 5.8GHz, 5GHz berkembang pesat sekali terutama karena pembebasan ijin frekuensi di band ISM maupun band UNII (Unlicensed National Information Infrastructure) oleh pemerintah Amerika Serikat. Standar komunikasi data yang digunakan umumnya adalah keluarga IEEE 802.11, dimana IEEE 802.11b mempunyai kecepatan maksimum 11Mbps, sedang IEEE 802.11a mempunyai kecepatan maksimum 54Mbps.

Sedikit gambaran teknologi IEEE 802.11a bekerja pada 5GHz yang tampaknya akan menjadi masa depan teknologi Internet kecepatan tinggi dunia. Salah satu terobosan teknologi yang terjadi dilakukan oleh Radiata www.radiata.com yang membangun chip set yang terdiri dari sebuah based band modem (R-M11a) dan sebuah transceiver (R-RF5) di 5GHz UNII band yang berdasarkan IEEE 802.11a terutama dibuat untuk mengantisipasi pasar WLAN yang di estimasikan mencapai US$5.6 milyar pada tahun 2004 oleh Cahners In-Stat Group. Harganya berapa? Chipset R-M11a baseband modem & R-RF5 radio transceiver yang bisa bekerja s/d 54Mbps diperoleh seharga US$35 dalam jumlah 100,000 buah. Memang masih harus di rakit dalam kemasan PCMCIA untuk digunakan di komputer, jatuh-nya per PCMCIA card bisa mencapai US$200-3000 / card.

Pada IEEE 802.11b yang saat ini banyak menggunakan 2.4GHz band untuk bluetooth maupun peralatan HomeRF banyak digunakan teknologi spread spectrum menggunakan teknologi Direct Sequence Spread Spectrum (DSSS) maupun Frequency Hoping Spread Spectrum (FHSS) yang menjadi bagian teknik akses berbasis Code Division Multiple Access (CDMA). Berbeda dengan IEEE 802.11b yang sekarang banyak digunakan, pada IEEE 802.11a digunakan teknik modulasi Coded Orthogonal Frequency Division Multiplexing (COFDM) yang memungkinkan kita untuk memperoleh sambungan berkualitas tidak berbeda dengan sambungan kabel dalam lingkungan indoor (dalam ruang).

Baseband modem yang compliant dengan standar IEEE 802.11a biasanya diimplementasikan dengan jalur transmit & receive yang sama sekali independen, sehingga memungkinkan untuk operasi bersamaan secara full duplex. Alternatif modulasi BPSK, QPSK, 16-QAM & 64-QAM yang memungkinkan bekerja pada berbagai kecepatan yang wajib maupun yang sunat berdasarkan IEEE 802.11a. Daya yang digunakan sangat rendah dengan bekerja pada tegangan 2.5V.

Peralatan transceiver 5GHz UNII band berbasis standar IEEE 802.11a yang dikembangkan biasanya mempunyai dynamic range yang lebar dengan komponen yang seminimal mungkin. Penggunaan filter external dikurangi dengan cara penggunaan mixer dan on-chip filter, yang pada akhirnya mengurangi biaya sistem. Receiver (Rx) yang linear dengan sakelar bypass ke Low Noise Amplifier (LNA). Noise figure receiver (Rx) sekitar 6dB, power pemancar (Tx) dari chip 0dBm (bisa dikuatkan lagi jika dibutuhkan), IF Filter 20MHz, 70dB Rx programmable gain control, 60 dB TX programmable power control.


Arsitektur Infrastruktur Wireless Internet

Arsitektur akses data wireless biasanya berbentuk sel-sel. Idealnya, diterapkan sistem nano sel. Nano sel ukurannya sekitar 0.05 km2 atau radius 125 m (sel biasa di telpon seluler adalah sekitar 5 km2 atau radius sekitar 2.3 km). Untuk sebuah metropolitan (Jakarta misalnya) dengan sekitar 500 km2 akan diperlukan sekitar 10,000 cell. Beberapa teman di lapangan kadang-kadang memang agak memaksa dengan membangun sel akses 2-11Mbps berbasis IEEE 802.11b (2.4GHz) pada radius layanan 10 km. Teknik detail-nya dapat dilihat di Wireless Internet Point of Precense WIPOP http://www.wipop.com.

Kembali ke pelataran ideal, kalau digunakan access point 802.11b untuk tiap nano sel-nya , yang berkapasitas 11 Mbps, dengan efisiensi 70%, berarti maksimum throughput 7.7 Mbps. Setiap access point dapat melayani 32 pengguna aktif bersamaan, berarti masing-masing pengguna kebagian sekitar 240 kbps. Dengan demikian 10,000 cell tadi akan dapat melayani 320,000 pengguna aktif atau 3,2 juta total pengguna jika pengguna aktif 10% dari total. Harga sebuah access point diatas sekitar $200 (indoor version), yang mungkin diperlukan tambahan sekitar$100 untuk mengubahnya menjadi outdoor version.

Untuk backhaul ke Internet backbone dapat digunakan DSL, atau dapat juga radio (802.11a misalnya). Jika rata-rata investasi DSL (atau juga radio 802.11a yang dipakai sebagai backhaul link) adalah $400-$500 per saluran (access point), maka total pembangunan infrastruktur wireless broadband atau kombinasi DSL atau wireless broadband murni ini kurang dari US$3 per pengguna. Sebuah angka yang fantastis murahnya. Harga peralatan radio di tiap pengguna adalah $100-$125. Untuk biaya operasi, terdiri sewa kapling akses point + listriknya yang sekitar $250 per access point per tahun, ditambah biaya backhaul ke backbone dan biaya koneksi ke Internet sendiri. Untuk server di backbone (dalam negeri), biaya koneksi ini akan murah, tetapi untuk server yang di luar negeri akan mahal. Bayangkan harus menyediakan backbone 320,00 x 240 kbps = 80 Gbps. Untuk sistem serat optik, ini bukan masalah karena untuk satu helai serat optik saja dapat ditransmisikan/dikoding dengan 96 warna yang masing-masing warna dapat membawa 10 Gbps atau total kapasitas sampai hampir 1 Tbps, tetapi untuk sistem satelit masih menjadi masalah besar sekali. Untuk biaya backhaul, kalau digunakan tarif multiple E1 ataupun tarif leased line, akan sangat mahal. Tetapi jika digunakan U-NII radio (802.11a misalnya) akan bisa murah juga.

Power Limit Infrastruktur Wireless

Power limit infrastruktur wireless biasanya dibatasi oleh kesepakatan batasan EIRP system. Untuk menentukan EIRP, kita harus melihat Free space loss-FSL, Margin Sistem Operasi, Sensitivitas penerima (Rx), Antenna gain dan Cable loss. Konsep perhitungan dicoba diperlihatkan dalam Gambaran umum sistem di atas.

Free Space Loss (FSL) adalah loss (kerugian) yang terjadi dalam sambungan komunikasi melalui gelombang radio dapat diformulasikan sebagai berikut:

FSL = 20 LOG10(Frek, dalam MHz) + 20 LOG10(Jarak, dalam mil) + 36.6.

Dari perhitungan sederhana di atas, maka untuk jarak 125 meter dan frekuensi 2400 MHz (2.4 GHz), FSL = 82 dB

Selanjutnya yang perlu di hitung adalah Margin Sistem Operasi (System Operating Margin – SOM) agar sistem dapat tetap bekerja dengan baik. Formula yang perlu di perhatikan sebetulnya sangat sederhana yang hanya membutuhkan kemampuan tambah kurang saja, yaitu:



SOM = Rx signal level - Rx sensitivity.

Rx signal level = Tx power - Tx cable loss + Tx antenna gain – FSL
+ Rx antenna gain - Rx cable loss.

Agar aman dari gangguan radio seperti Fading, Multipath dll. maka margin sistem operasi sebaiknya minimal 15dB. Sensitifitas radio IEEE 802.11b pada umumnya memiliki Rx sensitivity = -77 dBm. Jika kita menggunakan antenna dipole maka Tx / Rx antenna gain adalah 3 dBi. Beberapa rekan terutama di WARNET banyak menggunakan antenna parabola untuk menaikan Tx / Rx antenna gain menjadi 24 dBi. Untuk built-in antenna maka Tx / Rx cable loss = 0 dB. Untuk instalasi di WARNET yang berada diluar gedung, maka Tx / Rx cable loss bisa mencapai 5 dB. Dari perhitungan di atas, untuk nano sel dengan Tx/Rx antenna 3dB & cable loss 0dB, maka akan di peroleh Tx power 14 dBm atau 25 mW. Dengan demikian peralatan access point yang berbasis 802.11b yang ada saat ini sudah sesuai/cocok untuk kebutuhan nano sel di atas karena kebanyakan beroutput 25-50 mW. Untuk keperluan WARNET jika di hitung dengan baik, maka untuk jarak 5-7 km kita membutuhkan peralatan IEEE 802.11b pada 2.4 GHz dengan daya sekitar 20 dBm atau 100 mW.

Bagi rekan-rekan yang ingin memperoleh perhitungan di atas dalam bentuk file excel di persilahkan untuk mengambilnya secara gratis di http://www.bogor.net/idkf/ biasanya di bawah directory /fisik/wireless. Atau bisa memperolehnya dari onno@indo.net.id via e-mail.

Maksimum Pengguna Aktif dalam sebuah Sel Infrastruktur Wireless

IEEE 802.11b mempunyai bandwidth maksimum 11Mbps dalam sebuah kanal, jika di alokasikan bandwidth 240 kbps per pengguna maka sebuah sel dapat digunakan oleh 32 pengguna aktif secara bersamaan. Untuk kelas WARNET, bisa di hitung dari alokasi bandwidth per WARNET / pengguna-nya.

Kalau alokasi bandwidth tetap pakai 240 kbps, ya berarti cuma 32 pengguna aktif. Kalau alokasinya lebih rendah, misalnya ¼-nya atau 60 kbps tiap pengguna, maka sel tersebut dapat menampung 4 x 32 = 128 pengguna aktif. Kalau dalam satu nano sel digunakan 3 kanal sekaligus, berarti akan dapat menampung 96 pengguna yang masing-masing mendapatkan bagian 240 kbps. Perlu di ingat bahwa konsep nano sel berasumsi kita menggunakan power yang kecil (sekitar 14dBm) dengan radius hanya 125 meter antar user-nya.

Nah untuk sebuah sel Wireless Infrastruktur untuk jaringan dalam kota dengan radius yang lebih besar (s/d radius 5-7 km), perhitungannya tidak berbeda jauh. Hanya saja biasanya untuk sebuah kanal 11Mbps biasanya kita tidak membebani sedemikian banyak pengguna, angka konservatif yang sering kita gunakan dalam sebuah kanal 11Mbps dalam jarak 5-7 km hanya sepuluh (10) WARNET saja.

Pengalaman Implementasi di Lapangan

Salah satu contoh implementasi di lapangan menjadi menarik karena untuk mengambil data 500 Mbyte dengan dial-up telepon pada kecepatan 33.6Kbps akan membutuhkan seratus (100) jam online kalau melalui telepon, pulsa-nya saja sudah memerlukan biaya Rp 550.000 (100 jam). Artinya kita hanya online sebanyak 4-5 hari saja terus menerus harus membayar hampir ½ juta Rupiah.

Penyelenggara Wireless Internet Point of Presence (WiPOP) pada kecepatan 11Mbps, ternyata mampu memberikan layanan untuk pelanggan residential/rumahan, cukup Rp. 330.000 / PC (workstation) / bulan, unlimited access (24 jam/hari) pada kecepatan maksimum 11Mbps. Hanya jika terjadi abuse kepada system oleh orang / pihak tertentu yang serampangan download file besar seperti mpeg / dat file, maka akan digunakan sistem kuota katakanlah 500Mbyte per bulan per PC, selebihnya chargeable sekitar seribu per MB (sekitar $0.10 / MB).

Teman-teman dilapangan yang sedang bereksperimen mempunyai beberapa variasi tarif untuk akses dengan banyak komputer. Bagi pengusaha besar / menengah yang mengakses dengan banyak komputer pada kecepatan 11Mbps biasanya tarif-nya sekitar Rp. 5-5.5 juta / bulan yang masih jauh lebih murah dibandingkan leased line 64Kbps yang ada sekarang ini. Teman-teman Mas Sumaryo ternyata memberikan tarif sekitar Rp. 1.65 juta / bulan untuk WARNET dengan 5 PC yang masih lebih murah daripada menggunakan telepon dial-up yang dinyalakan 24 jam yang biayanya sekitar Rp. 2.5 juta / bulan.

Untuk memberikan gambaran teman-teman Mas Sumaryo ini bereksperimen untuk memberikan akses wireless di kawasan Cempaka Mas (Jakarta). Di samping itu, teman-teman di Koperasi WARNET Bandung (kowaba@yahoogroups.com) juga mempunya infrastruktur yang mirip / tidak berbeda jauh. Tarif yang diberikan sekitar apa yang dijelaskan di atas.

Infrastruktur Wireless Internet Access yang dalam contoh ini dibangun di kawasan Cempaka Mas (Jakarta), memungkinkan pengguna (user) akses ke backbone / router (melalui udara) pada kecepatan 2Mbps atau 1.5Mbps effective throughput yang kemudian di kaitkan ke Linknet / Lippo termasuk ke Indonesia Internet Exchange (IIX). Biaya hardware bagi penghuni apartemen / ruko saat ini adalah US$300 untuk desktop, dan US$250 untuk versi PCMCIA yang sudah termasuk extension cable dan external 3 dB omni antenna. Ongkos pemasangan sekitar Rp. 100.000, walaupun kalau kita memiliki kemampuan sebetulnya bisa saja memasang sendiri. Karena arsitektur nano sel digunakan, maka untuk satu kanal 2Mbps sambungan wireless dapat digunakan sampai 30-40 PC.

Bagi pengguna yang jauh / di luar kawasan Graha Cempaka Mas, perbedaan harga terutama pada high gain antenna yang biasanya sekitar US$250 untuk parabola 2.4GHz dengan antenna gain 24 dBi plus kabel coax yang baik sepanjang 50 feet dan adapter ke WLAN card. Total untuk sebuah WARNET akan membutuhkan tambahan biaya investasi sekitar US$550 untuk menjangkau jarak 5-7 km. Sebetulnya kita bisa saja mengkaitkan WARNET dalam jarak yang sangat jauh dengan cara menggunakan amplifier tambahan apakah 500mW atau beberapa Watt yang harganya juga bervariasi sekitar US$700-800-an. Hanya saja sebetulnya ilegal secara hukum menggunakan power amplifier ini karena kita akan melanggar kesepakatan EIRP yang diijinkan, yang akan berkonsekuensi degradasi kinerja sistem karena tinggi-nya noise di jaringan yang akan mematikan saluran komunikasi.

Biaya Hak Penggunaan (BHP) Frekuensi

Isu lain yang perlu kita usulkan / kaji bersama pemerintah terutama adalah primary & secondary service pada frekuensi 2.4GHz selain masalah BHP Frekuensi. Semua tentunya akan sangat tergantung kepada prioritas pihak pengelola frekuensi / pemerintah.

Jika prioritas pemerintah adalah menghasilkan pendapatan non pajak seperti suasana yang ada sekarang ini, maka akan sangat normal sekali bila BHP Frekuensi akan ditentukan setinggi langit. Tetapi jika pemerintah memprioritaskan mencerdaskan bangsa, membangun/menumbuhkan ekonomi, menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan taraf pendapatan masyarakat yang akhir-akhirnya akan dapat menaikkan pajak yang disetor ke pemerintah juga, maka BHP akan ditentukan serendah mungkin atau bahkan gratis untuk penggunaan 2.4 GHz ISM band dan U-NII band.

Memang semua nantinya akan sangat tergantung kepada kapan pemerintah menginginkan memperoleh uang dari pajak masyarakat, apakah ingin hari ini juga / besok? Atau di kemudian hari? Sukur-sukur berupa pahala yang pembalasannya di Surga nanti.

WiMAX

WiMAX: Koneksi Broadband Lewat Wireless

Jika Anda suka menggunakan teknologi wireless untuk komunikasi data, sebentar lagi Anda akan merasakan nikmatnya koneksi wireless berkualitas broadband dengan area cakupan setara Metropolitan Area Network (MAN).
Apakah Anda pernah mempunyai pengalaman ketika perusahaan Anda sangat membutuhkan sebuah koneksi Internet sekelas broadband dan memiliki dana yang cukup untuk itu, namun tidak juga bisa mendapatkan koneksi tersebut hanya karena alasan belum sampainya kabel-kabel penyedia jalur komunikasi ke lokasi Anda? Jika Anda pernah mengalaminya perasaan jengkel mungkin akan terbersit dibenak Anda, apalagi bagi yang benar-benar membutuhkan adanya koneksi broadband tersebut. Mulailah menyalahkan berbagai pihak karena tidak becus bekerja.
Saat ini, media dan sistem koneksi yang paling banyak digunakan untuk menghantarkan koneksi broadband ke lokasi-lokasi pengguna Internet adalah media Cable dan DSL. Memang tidak diragukan lagi kepopuleran kedua media broadband ini begitu meledak, karena dari hari ke hari jumlah penggunanya terus menanjak. Area cakupannya pun tidak henti-hentinya diperluas karena peminatnya yang semakin banyak. Koneksi jenis ini menjadi pilihan banyak orang belakangan ini dikarenakan beberapa faktor, pertama biaya yang relatif lebih murah daripada menggunakan media Leased line, implementasinya lebih mudah hanya perlu sebuah modem router yang bisa dibeli di mana-mana, bandwidth yang dapat bervariasi pada saat-saat tertentu yang tidak bisa ditemukan jika menggunakan Leased line, dan banyak lagi faktor pendukung lainnya.
Hal ini membuktikan bahwa semakin banyak orang yang membutuhkan koneksi Internet yang cukup baik atau paling tidak lebih baik dari dial-up sambil tetap menjaga agar koceknya tidak terlalu banyak keluar. Semakin banyak yang membutuhkan berarti infrastruktur untuk memperlebar distribusi Internet ini juga harus terus dibangun. Namun justru di sinilah faktor yang sering menjadi penghambat.
Membangun sebuah infrastruktur kabel baru di tengah-tengah kota metropolitan yang padat bukanlah pekerjaan mudah. Prosesnya pasti akan banyak berbenturan dengan masalah dan keterbatasan, seperti misalnya perizinan, keterbatasan tempat, lokasi-lokasi yang tidak memungkinkan, dan banyak lagi. Untuk itu, rasanya perlu sekali adanya sebuah sistem atau teknologi yang dapat mempersingkat dan mengurangi proses dan benturan tersebut.
Kebutuhan akan koneksi Internet broadband yang hebat dan murah tersebut sebentar lagi akan kedatangan pemain baru yang diramalkan juga akan membludak dan kiranya cukup mampu mengatasi semua limitasi di atas. Teknologi broadband ini menggunakan media wireless yang lebih fleksibel, lebih mudah implementasinya, dan tentu sangat memungkinkan untuk dapat lebih murah dibandingkan media cable dan DSL. Teknologi wireless broadband ini sering disebut dengan julukan Broadband Wireless Access (BWA). Sebuah teknologi yang mendasari BWA yang akan datang ini adalah sebuah standar bernama WiMAX.
Apakah WiMAX Itu?Anda tentu pernah mendengar kata Wi-Fi. Wi-Fi merupakan semacam standar industri yang menyeragamkan semua sistem dan cara kerja dari perangkat-perangkat wireless LAN yang menggunakan standar teknis IEEE 802.11. Ketika Anda melihat sebuah perangkat WLAN dicantumkan lambang Wi-Fi, maka perangkat tersebut akan kompatibel dengan semua perangkat yang memiliki lambang yang sama. Hal ini dikarenakan mereka semua diharuskan menggunakan standar teknik yang sama, yaitu IEEE 802.11. Begitu pula dengan apa yang terjadi dengan WiMAX.
WiMAX yang merupakan kependekan dari Worldwide Interoperability for Microwave Access adalah semacam standar industri yang bertugas menginterkoneksikan berbagai standar teknis yang bersifat global menjadi satu kesatuan. Yang membedakan WiMAX dengan Wi-Fi adalah standar teknis yang bergabung di dalamnya. Jika WiFi menggabungkan standar IEEE 802.11 dengan ETSI HiperLAN yang merupakan standar teknis yang cocok untuk keperluan WLAN, WiMAX merupakan penggabungan antara standar IEEE 802.16 dengan standar ETSI HiperMAN.
Standar keluaran IEEE banyak digunakan secara luas di daerah asalnya, yaitu Amerika, sedangkan standar keluaran ETSI merupakan standar yang meluas penggunaannya di daerah Eropa dan sekitarnya. Untuk membuat teknologi ini dapat digunakan secara global, maka dari itu diciptakanlah WiMAX.
Kedua standar yang disatukan ini merupakan standar teknis yang memiliki spesifikasi yang sangat cocok untuk menyediakan koneksi berjenis broadband lewat media wireless atau BWA. Jadi di masa mendatang, segala sesuatu yang berhubungan dengan teknologi BWA mungkin saja akan diberi semacam sertifikat WiMAX seperti halnya Wi-Fi untuk perangkat wireless LAN.
Bagaimana Standar Industri WiMAX Terbentuk?Standar industri WiMAX dibentuk oleh gabungan industri-industri perangkat wireless dan chip-chip komputer dari seluruh dunia. Para perusahaan besar ini tergabung dalam sebuah forum kerja yang merumuskan standar interkoneksi antarteknologi BWA yang mereka miliki pada produk-produknya. Forum ini didirikan pada bulan April 2002 dengan beranggotakan, di antaranya adalah Alvarion, Intel, Nextel, AT&T Wireless, Fujitsu, China Motion Telecom, Nokia, Aperto Networks, OFDM Forum, Airspan, dan banyak lagi. Selanjutnya terbentuklah WiMAX dari hasil kerja mereka.
Apa yang Didapat dari Adanya WiMAX?Banyak keuntungan yang didapatkan dari terciptanya standardisasi industri ini. Keuntungan tidak hanya dirasakan para pembuat perangkat, tetapi para produsen mikroelektonik, para operator telekomunikasi, dan sampai ke pengguna pun akan merasakannya. Para produsen mikroelektronik mendapatkan sebuah lahan baru untuk digarap dengan membuat chip-chip yang lebih general yang dapat dipakai oleh banyak produsen perangkat wireless untuk membuat perangkat BWA-nya. Para produsen perangkat wireless tidak perlu men-develop solusi end-to-end bagi penggunanya karena sudah tersedia standar yang jelas, hanya tinggal menggunakan perangkat yang mereka buat untuk kepentingan umum saja.
Para operator telekomunikasi dapat menghemat investasi perangkat, karena kemampuan WiMAX yang dapat melayani pelanggannya dengan area yang lebih luas dan tingkat kompatibilitas yang lebih tinggi. Selain itu, pasarnya juga lebih meluas karena WiMAX dapat mengisi “celah broadband” yang selama ini tidak dapat terjangkau oleh teknologi Cable dan DSL.
Dan bagi para pengguna akhir, mereka mendapatkan banyak pilihan dalam ber-Internet. WiMAX merupakan salah satu teknologi yang dapat memudahkan mereka mendapatkan koneksi Internet yang berkualitas. Kemampuan yang ditawarkan oleh teknologi WiMAX juga akan memudahkan para pengguna ini melakukan aktivitas. Selain itu, media wireless selama ini sudah terkenal sebagai media yang paling ekonomis dalam mendapatkan koneksi Internet, tentu hal ini merupakan hal yang paling menyenangkan para penggunanya.
Apa Saja yang Dapat Dilakukan oleh Teknologi WiMAX?Seperti telah dijelaskan di atas, berbagai keuntungan baru bisa didapatkan dari teknologi WiMAX ini. Secara teknis, teknologi WiMAX memang memiliki banyak sekali fitur yang selama ini belum ada pada teknologi Wi-Fi dengan standarnya IEEE 802.11. Dengan menggunakan standar IEEE 802.16 digabungkan dengan ETSI HiperMAN, WiMAX dapat melayani pasar yang lebih luas.
Dari segi area coverage-nya saja yang sejauh 50 km maksimal, WiMAX sudah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi keberadaan wireless MAN. Ditambah lagi kemampuannya menghantarkan data dengan transfer rate yang tinggi dalam jarak jauh tersebut tentu akan menutup semua celah broadband yang ada saat ini. Dari segi kondisi saat proses komunikasinya, teknologi WiMAX dapat melayani para subscriber, baik yang berada dalam posisi Line Of Sight (posisi di mana perangkat-perangkat yang ingin berkomunikasi masih berada dalam jarak pandang yang lurus dan bebas dari penghalang apapun di depannya) dengan BTS maupun yang tidak memungkinkan untuk itu (Non-Line Of Sight). Berbagai macam teknik tinggi untuk memungkinkan kemampuan tersebut, ditambahkan ke dalam standar ini. Jadi di manapun para penggunanya berada, selama masih masuk dalam area coverage sebuah BTS, mereka mungkin masih dapat menikmati koneksi yang dihantarkan oleh BTS tersebut.
Selain itu, WiMAX memang dirancang untuk dapat melayani baik para pengguna yang memakai antena tetap (fixed wireless) maupun untuk yang sering berpindah-pindah tempat. WiMAX tidak hanya dapat melayani para pengguna dengan antena tetap seperti misalnya di gedung-gedung perkantoran, rumah tinggal, toko-toko, dan sebagainya. Bagi para pengguna antena indoor, notebook, PDA, PC yang sering berpindah tempat, dan banyak lagi perangkat mobile lainnya yang memang telah kompatibel dengan standar-standar yang dimiliki WiMAX, mereka juga bisa merasakan nikmatnya ber-Internet broadband lewat media ini.
Tidak hanya itu saja, perangkat-perangkat WiMAX juga diklaim memiliki fitur ukuran kanal yang bersifat fleksibel, sehingga sebuah BTS dapat melayani lebih banyak pengguna dengan range frekuensi spektrum yang berbeda-beda. Dengan ukuran kanal spektrum yang dapat bervariasi ini, sebuah perangkat BTS dapat lebih fleksibel melayani penguna. Range spektrum frekuensi dari teknologi ini tergolong lebar, dengan didukung oleh pengaturan ukuran kanal yang fleksibel, maka para pengguna tetap dapat terkoneksi dengan BTS selama mereka berada dalam range frekuensi operasi dari BTS.
Fasilitas Quality of Service (QoS) juga mampu diberikan oleh teknologi WiMAX ini. Sistem kerja MAC-nya (Media Access Control yang ada pada Data Link Layer) yang connection oriented, memungkinkan untuk penggunanya melakukan komunikasi berbentuk video dan suara. Selain itu, para service provider juga dapat membuat berbagai macam produk untuk mereka jual dari adanya fasilitas ini, seperti membedakan kualitas servis antara pengguna rumahan dengan pengguna tingkat perusahaan, membuat tingkat bandwidth yang bervariasi, fasilitas-fasilitas tambahan, dan banyak lagi.
Apakah Sebenarnya Standar 802.16 Itu?Standar 802.16 yang juga merupakan keluaran organisasi IEEE, sama seperti 802.11, adalah standar yang dibuat khusus untuk mengatur komunikasi lewat media wireless. Namun yang membedakannya, standar ini memiliki tingkat kecepatan transfer data yang lebih tinggi dengan jarak yang lebih jauh, sehingga kualitas layanan dengan menggunakan sistem komunikasi ini dapat digolongkan ke dalam kelas broadband.
Maka itu, tidak heran jika standar ini juga sering disebut dengan julukan “Air interface for fixed broadband wireless Access System” atau interface udara untuk koneksi broadband. Standar wireless ini (atau standar keluaran IEEE lainnya) pada umumnya lebih banyak diterapkan di daerah Amerika.
Sebenarnya standardisasi 802.16 ini lebih banyak berkutat seputar pernak-pernik teknis dari layer Physical dan layer Datalink (MAC) dari sistem komunikasi BWA ini. Versi awal dari standar 802.16 dikeluarkan oleh IEEE pada tahun 2002. Pada versi awal ini perangkat 802.16 beroperasi dalam lebar frekuensi 10 sampai 66 GHz dengan kondisi jalur komunikasi antarperangkatnya yang diharuskan berada dalam keadaan Line Of Sight (LOS). Bandwidth yang dapat diberikan oleh teknologi ini untuk para penggunanya kurang lebih sebesar 32 sampai 134 Mbps dalam area coverage maksimal 5 km. Kapasitasnya pun diklaim mampu menampung hingga ratusan pengguna per satu BTS. Dengan kemampuan seperti itu, teknologi perangkat yang menggunakan standar 802.16 memang cocok digunakan sebagai penyedia koneksi broadband melalui media wireless.
Apakah Ada Varian-varian 802.16 Seperti pada 802.11?Beberapa varian juga ada pada standar 802.16 ini. Varian-varian ini dibuat dengan tujuan mendongkrak kemampuan dan performa dari teknologi BWA menjadi lebih hebat dan dapat meluas penggunaannya. Untuk mendongkrak performa, jangkauan, dan juga daya jualnya, standar 802.16 ini direvisi dan diperbaiki dengan disertai beberapa perubahan, maka jadilah standar 802.16a. Standar teknis 802.16a inilah yang akan banyak digunakan oleh perangkat-perangkat dengan sertifikasi WiMAX.
Selain 802.16a varian-varian lainnya adalah 802.16b yang banyak menekankan segala keperluan dan permasalahan dengan Quality of Service, 802.16c yang banyak berbicara seputar interoperability dengan protokol-protokol lain, 802.16d yang merupakan versi revisi dari 802.16c karena hanya menambahkan apa yang kurang pada standar tersebut sekaligus merupakan standar yang akan digunakan untuk membuat access point, dan yang terbaru adalah 802.16e yang akan banyak berkutat dengan masalah mobilitas pada saat penggunaan teknologi ini.
Apakah Standar 802.16a?Karena standar ini merupakan standar yang banyak digunakan di dalam standar industri WiMAX, maka standar ini akan dibahas lebih lanjut. Perubahan yang cukup signifikan pada standar 802.16 untuk membentuk varian yang satu ini adalah lebar frekuensi operasinya. Jika 802.16 beroperasi pada range 10 sampai 66 GHz, 802.16a menggunakan frekuensi yang lebih rendah, yaitu 2 sampai 11 GHz yang tampaknya lebih umum digunakan saat ini.
Dari perbedaan yang signifikan ini, didapatkan juga hasil yang signifikan terutama pada kemampuannya mendukung komunikasi dalam kondisi LOS dan Non-LOS. Standar 802.16a sudah mendukung kondisi Non-LOS dalam membangun sebuah koneksi, sedangkan 802.16 belum. Hal ini dikarenakan semakin rendah frekuensi operasi, semakin memungkinkan komunikasi terjadi dalam kondisi Non-LOS. Tetapi dengan semakin rendahnya frekuensi operasi, konsekuensi yang didapat adalah rendahnya pula kapasitas bandwidth dari koneksi yang dibentuknya.
Ukuran kanal-kanal frekuensi yang fleksibel dengan range yang lebar juga merupakan sebuah keunggulan dari 802.16a. Standar ini dapat memodifikasi frekuensi per kanalnya mulai dari 1,5 MHz hingga 20 MHz. Hal ini memungkinkan sebuah range frekuensi yang dimiliki oleh service provider digunakan sebaik dan seefisien mungkin. Selain itu, jumlah pengguna yang dapat dilayani juga lebih banyak lagi karena kefleksibelannya ini.
Selain perubahan frekuensi operasi, pada layer Physical dari standar 802.16a ditambahkan tiga spesifikasi baru untuk mendukung fitur Non-LOS nya ini, yaitu single carrier PHY baru, 256 FFT OFDM PHY, dan 2048 FFT OFDM PHY. Format sinyaling OFDM dipilih dalam standar ini dimaksudkan agar teknologi ini dapat bersaing dengan kompetitor utamanya, yaitu teknologi CDMA yang juga dapat bekerja dalam sistem Non-LOS sementara tetap mempertahankan efisiensi dari penggunaan spektrumnya yang tersedia.
Fitur-fitur lain yang ada pada standar 802.16a untuk menghantarkan jaringan komunikasi yang berkualitas dengan jangkauan yang luas adalah lebar kanal frekuensi yang fleksibel, burst profile yang dapat beradaptasi (fasilitas burst adalah ciri khas dari teknologi broadband), Forwarding Error Correction (FEC), Advanced Antenna System untuk mendongkrak range, kapasitas dan kekebalan terhadap interferensi, Dynamic Frequency Selection (DFS) yang juga berfungsi untuk mengurangi interferensi, Space-Time Coding (STC) yang akan mendongkrak performa dalam area-area batas pinggir dari sinyal yang dipancarkan oleh sebuah BTS, dan banyak lagi.
Selain layer Physical, standar ini juga menentukan seperangkat aturan dan teknologi baru pada layer MAC dari proses komunikasi yang akan menggunakannya. Standar ini dirancang untuk melayani pengguna dalam sistem point to multipoint. Untuk itu, perlu adanya mekanisme untuk mengatur pengaksesan media wireless ini.
Maka dari itu, standar 802.16a menggunakan sistem slot-slot yang ada dalam protokol Time Division Multiple Access. Pengalokasian slot-slot koneksi ini diatur oleh BTS untuk melayani pengguna-pengguna yang ingin terkoneksi dengannya. Pengaturan pintar ini juga dapat memungkinkan Anda melakukan pengaturan QoS. Selain itu, layer MAC dari standar ini didesain untuk dapat membawa dan mengakomodasi segala macam protokol di atasnya seperti ATM, Ethernet, atau IP.
Tunggu Sebentar untuk Menikmatinya!Siapa yang tidak mau, ber-Internet murah, mudah, dan nyaman dengan kualitas broadband tanpa harus repot-repot. Anda tinggal memasang PCI card yang kompatibel dengan standar WiMAX, atau tinggal membeli PCMCIA yang telah mendukung komunikasi dengan WiMAX, atau mungkin Anda tinggal membeli antena portabel dengan interface ethernet yang bisa Anda bawa ke mana-mana untuk mendapatkan koneksi Internet dari BTS untuk fixed wireless.
Semua itu mungkin-mungkin saja dengan adanya teknologi WiMAX. Namun tampaknya, Anda harus bersabar sebentar karena teknologi ini masih membutuhkan waktu untuk dapat tersedia di sini. Perangkat-perangkat yang kompatibel belum banyak beredar di pasaran dan belum banyak para penyedia jasa yang melirik untuk melebarkan bisnisnya di sini. Anda tunggu saja!

Hayri
(diambil dari www.pcmedia.co.id)

Saturday, September 8, 2007

Wireless Antenna

A. Grid antenna (semi-parabolic)

For point to point range up to 20 km




B. Omni antenna

for point to multipoint/hotspot area 360 degree, up to 3,5 km for range





C. Sectoral Antenna

for point to multi point , 90 ~ 180 degree, up range to 8 km








D. Yagi antenna



for point to point, range up to 4 km

Wireless 802.11

IEEE 802.11, is the wireless local area network (WLAN) standard developed by the IEEE LAN/MAN Standards Committee (IEEE 802) in the 5 GHz and 2.4 GHz public spectrum bands.
Although the terms 802.11 and Wi-Fi are often used interchangeably, strictly speaking, this is incorrect. Wi-Fi is an industry driven interoperability certification that is based on a subset of 802.11. And in some cases, market demand has led the Wi-Fi Alliance to begin certifying products before amendments to the 802.11 standard are complete.

A Linksys Residential gateway with a 802.11b radio and a 4-port ethernet switch.

A Compaq 802.11b PCI card
The 802.11 family currently includes multiple over-the-air modulation techniques that all use the same basic protocol. The most popular techniques are those defined by the b/g and are amendments to the original standard; security was originally purposefully weak due to export requirements of multiple governments, and was later enhanced via the 802.11i amendment after governmental and legislative changes. 802.11n is a new multi-streaming modulation technique that has recently been developed; the standard is still under draft development, although products based on proprietary pre-draft versions of the standard are being sold. Other standards in the family (c–f, h, j) are service amendments and extensions or corrections to previous specifications. 802.11a was the first wireless networking standard, but 802.11b was the first widely accepted wireless networking standard, followed by 802.11g, 802.11a, and 802.11n.
802.11b and 802.11g standards use the 2.4 GHz band, operating (in the United States) under Part 15 of the FCC Rules and Regulations. Because of this choice of frequency band, 802.11b and 802.11g equipment could occasionally suffer interference from microwave ovens or cordless telephones. Bluetooth devices, while operating in the same 2.4 GHz band, do not interfere with 802.11b and 802.11g (in theory) because they use a frequency hopping spread spectrum signaling method (FHSS) while 802.11b/g uses a direct sequence spread spectrum signaling method (DSSS). The 802.11a standard uses the 5GHz band, which is reasonably free from interference by comparison and offers 23 non-overlapping channels versus the 2.4GHz three. 802.11a devices are never affected by products operating on the 2.4 GHz band.
The segment of the radio frequency spectrum used varies between countries. In the U.S. 802.11a and g devices may be legally operated without a license. Unlicensed (legal) operation of 802.11 a & g is covered under Part 15 of the FCC Rules and Regulations. Frequencies used by channels one (1) through six (6) (802.11b) fall within the range of the 2.4 GHz amateur radio band. Licensed amateur radio operators may operate 802.11b/g devices under Part 97 of the FCC Rules and Regulations, allowing increased power output but not allowing any commercial content or encryption.[1]


PROTOCOL




802.11-1997 (802.11 legacy)
The original version of the standard IEEE 802.11 released in 1997 specifies two raw data rates of 1 and 2 megabits per second (Mbit/s) to be transmitted via infrared (IR) signals or by either Frequency hopping or Direct-sequence spread spectrum in the Industrial Scientific Medical frequency band at 2.4 GHz. IR remains a part of the standard but has no actual implementations.
The original standard also defines Carrier Sense Multiple Access with Collision Avoidance (CSMA/CA) as the medium access method. A significant percentage of the available raw channel capacity is sacrificed (via the CSMA/CA mechanisms) in order to improve the reliability of data transmissions under diverse and adverse environmental conditions.
At least six different, somewhat-interoperable, commercial products appeared using the original specification, from companies like Alvarion (PRO.11 and BreezeAccess-II), BreezeCom, Digital / Cabletron (RoamAbout) , Lucent, Netwave Technologies (AirSurfer Plus and AirSurfer Pro), Symbol Technologies (Spectrum24), and Proxim (OpenAir). A weakness of this original specification was that it offered so many choices that interoperability was sometimes challenging to realize. It is really more of a "beta-specification" than a rigid specification, initially allowing individual product vendors the flexibility to differentiate their products but with little to no inter-vendor operability. Legacy 802.11 was rapidly supplemented (and popularized) by 802.11b. Widespread adoption of 802.11 networks only occurred after 802.11b was ratified and multiple product became available from multiple vendors and as a result few networks ran on the 802.11-1997 standard.

802.11a



The 802.11a amendment to the original standard was ratified in 1999. The 802.11a standard uses the same core protocol as the original standard, operates in 5 GHz band, and uses a 52-subcarrier orthogonal frequency-division multiplexing (OFDM) with a maximum raw data rate of 54 Mbit/s, which yields realistic net achievable throughput in the mid-20 Mbit/s. The data rate is reduced to 48, 36, 24, 18, 12, 9 then 6 Mbit/s if required. 802.11a originally had 12/13 non-overlapping channels, 12 that can be used indoor and 4/5 of the 12 that can be used in outdoor point to point configurations. Recently many countries of the world are allowing operation in the 5.47 to 5.725 GHz Band as a secondary user using a sharing method derived in 802.11h. This will add another 12/13 Channels to the overall 5 GHz band enabling significant overall wireless network capacity enabling the possibilty of 24+ channels in some countries. 802.11a is not interoperable with 802.11b as they operate on separate bands, except if using equipment that has a dual band capability. Nearly all enterprise class Access Points have dual band capability.
Since the 2.4 GHz band is heavily used to the point of being crowded, using the 5 GHz band gives 802.11a a significant advantage. However, this high carrier frequency also brings a slight disadvantage: The effective overall range of 802.11a is slightly less than that of 802.11b/g; 802.11a signals cannot penetrate as far as those for 802.11b because they are absorbed more readily by walls and other solid objects in their path. On the other hand, OFDM has fundamental propagation advantages when in a high multipath environment, such as an indoor office, and the higher frequencies enable the building of smaller antennas with higher RF system gain which counteract the disadvantage of a higher band of operation. The increased number of usable channels (4 to 8 times as many in FCC countries) and the near absence of other interfering systems (microwave ovens, cordless phones, baby monitors) give 802.11a significant aggregate bandwidth and reliability advantages over 802.11b/g.
Different countries have different regulatory support, although a 2003 World Radiotelecommunications Conference improved worldwide standards coordination. 802.11a is now approved by regulations in the United States and Japan, but in other areas, such as the European Union, it had to wait longer for approval. European regulators were considering the use of the European HIPERLAN standard, but in mid-2002 cleared 802.11a for use in Europe. In the U.S., a mid-2003 FCC decision may open more spectrum to 802.11a channels.
802.11a products started shipping late, lagging 802.11b products due to the slow availability of the harder to manufacture 5 GHz components needed to implement products. First generation product performance was poor and plagued with problems. When second generation products started shipping, 802.11a was not widely adopted in the consumer space primarily because the less-expensive 802.11b was already widely adopted. However, 802.11a has seen significant penetration into Enterprise network environments, despite the initial cost disadvantages for businesses which require increased capacity and reliability over 802.11b/g-only networks.
With the arrival of less expensive early 802.11g products on the market, which were backwards-compatible with 802.11b, the bandwidth advantage of the 5 GHz 802.11a in the consumer market was reduced. Manufacturers of 802.11a equipment responded to the lack of market success by significantly improving the implementations (current-generation 802.11a technology has range characteristics nearly identical to those of 802.11b), and by making technology that can use more than one band a standard.
Dual-band, or dual-mode Access Points and Network Interface Cards (NICs) that can automatically handle a and b/g, are now common in all the markets, and very close in price to b/g- only devices.
Of the 52 OFDM subcarriers, 48 are for data and 4 are pilot subcarriers with a carrier separation of 0.3125 MHz (20 MHz/64). Each of these subcarriers can be a BPSK, QPSK, 16-QAM or 64-QAM. The total bandwidth is 20 MHz with an occupied bandwidth of 16.6 MHz. Symbol duration is 4 microseconds with a guard interval of 0.8 microseconds. The actual generation and decoding of orthogonal components is done in baseband using DSP which is then upconverted to 5 GHz at the transmitter. Each of the subcarriers could be represented as a complex number. The time domain signal is generated by taking an Inverse Fast Fourier transform (IFFT). Correspondingly the receiver downconverts, samples at 20 MHz and does an FFT to retrieve the original coefficients. The advantages of using OFDM include reduced multipath effects in reception and increased spectral efficiency.


802.11b



The 802.11b amendment to the original standard was ratified in 1999. 802.11b has a maximum raw data rate of 11 Mbit/s and uses the same CSMA/CA media access method defined in the original standard. Due to the CSMA/CA protocol overhead, in practice the maximum 802.11b throughput that an application can achieve is about 5.9 Mbit/s using TCP and 7.1 Mbit/s using UDP.
802.11b products appeared on the market in early 2000, since 802.11b is a direct extension of the DSSS (Direct-sequence spread spectrum) modulation technique defined in the original standard. Technically, the 802.11b standard uses Complementary code keying (CCK) as its modulation technique. The dramatic increase in throughput of 802.11b (compared to the original standard) along with simultaneous substantial price reductions led to the rapid acceptance of 802.11b as the definitive wireless LAN technology.
802.11b devices suffer interference from other products operting in the 2.4 GHz band. Devices operating in the 2.4 GHz range include: microwave ovens, Bluetooth devices, baby monitors and cordless telephones. Interference issues, and user density problems within the 2.4 GHz band have become a major concern and frustration for users.
802.11b is used in a point-to-multipoint configuration, wherein an access point communicates via an omni-directional antenna with one or more nomadic or mobile clients that are located in a coverage area around the access point. Typical indoor range is 30 m (100 ft) at 11 Mbit/s and 90 m (300 ft) at 1 Mbit/s. The overall bandwidth is dynamically demand shared across all the users on a channel. With high-gain external antennas, the protocol can also be used in fixed point-to-point arrangements, typically at ranges up to 8 kilometers (5 miles) although some report success at ranges up to 80–120 km (50–75 miles) where line of sight can be established. This is usually done in place of costly leased lines or very cumbersome microwave communications equipment. Designers of such installations who wish to remain within the law must however be careful about legal limitations on effective radiated power.
802.11b cards can operate at 11 Mbit/s, but will scale back to 5.5, then 2, then 1 Mbit/s (also known as Adaptive Rate Selection), if signal quality becomes an issue.

802.11g


In June 2003, a third modulation standard was ratified: 802.11g. This works in the 2.4 GHz band (like 802.11b) but operates at a maximum raw data rate of 54 Mbit/s, or about 19 Mbit/s net throughput (identical to 802.11a core, except for some additional legacy overhead for backward compatibility). 802.11g hardware is fully backwards compatible with 802.11b hardware. Details of making b and g work well together occupied much of the lingering technical process. In an 11g network, however, the presence of a legacy 802.11b participant will significantly reduce the speed of the overall 802.11g network.
The modulation scheme used in 802.11g is orthogonal frequency-division multiplexing (OFDM) copied from 802.11a with data rates of 6, 9, 12, 18, 24, 36, 48, and 54 Mbit/s, and reverts to CCK (like the 802.11b standard) for 5.5 and 11 Mbit/s and DBPSK/DQPSK+DSSS for 1 and 2 Mbit/s. Even though 802.11g operates in the same frequency band as 802.11b, it can achieve higher data rates because of its heritage to 802.11a.
The then-proposed 802.11g standard was rapidly adopted by consumers starting in January 2003, well before ratification, due to the desire for higher speeds, and reductions in manufacturing costs. By summer 2003, most dual-band 802.11a/b products became dual-band/tri-mode, supporting a and b/g in a single mobile adapter card or access point.
Despite its major acceptance, 802.11g suffers from the same interference as 802.11b in the already crowded 2.4 GHz range. Devices operating in this range include: microwave ovens, Bluetooth devices, baby monitors and cordless telephones. Interference issues, and related problems within the 2.4 GHz band have become a major concern and frustration for users. Additionally the success of the standard has caused usage/density problems related to crowding in urban areas. This crowding can cause a dissatisfied user experience as the number of non-overlapping usable channels is only 3 in FCC nations (ch 1, 6, 11) or 4 in European nations (ch 1, 5, 9, 13). Last, the 802.11/11g MAC protocol doesn't share efficiently with more than a few users per channel relative to scaling for dense user or crowded environments. The easy solution for users who suffer density/crowding or interference problems is to deploy a seperately named (SSID) 802.11a network.

802.11-2007
In 2003, task group TGma was authorized to "roll up" many of the amendments to the 1999 version of the 802.11 standard. REVma or 802.11ma, as it was called, created a single document that merged 8 amendments (802.11a,b,d,e,g,h,i,j) with the base standard. Upon approval on March 08, 2007, 802.11REVma was renamed to the current standard IEEE 802.11-2007.[2] This is the single most modern 802.11 document available that contains cumulative changes from multiple sub-letter task groups.

802.11n


802.11n builds upon previous 802.11 standards by adding MIMO (multiple-input multiple-output). MIMO uses multiple transmitter and receiver antennas to improve the system performance. Precoding and postcoding techniques are used at a transmitter and a receiver, respectively, to achieve the capacity of a MIMO link. Precoding includes spatial beamforming and spatial coding, where spatial beamforming improves the received signal quality at the decoding stage. Spatial coding can increase data throughput via spatial multiplexing and increase range by exploiting the spatial diversity, perhaps through such as Alamouti coding. Antennas are listed in a format of 2x2 for two receivers and two transmitters. A 4x4 is four receivers and four transmitters. The number of antennas relates to the number of simultaneous streams. The standards requirement is a 2x2 with a maximum two streams. The standard does optionally allow for the potential of a 4x4 with four streams.
The Enhanced Wireless Consortium (EWC)[3] was formed to help accelerate the IEEE 802.11n development process and promote a technology specification for interoperability of next-generation wireless local area networking (WLAN) products.
An 802.11 access point may operate in one of three modes:
Legacy (only 802.11a, and b/g)
Mixed (802.11a, b/g, and n)
Greenfield (only 802.11n) - maximum performance

Timeline

This article or section may contain a proseline.
Please help convert this timeline into prose or, if necessary, a list. (help)
Work on the 802.11n standard dates back to 2004. Publication is currently expected in September 2008[4], but major manufacturers are now releasing 'pre-N', 'draft n' or 'MIMO-based' products based on early specs.
January 2004 - IEEE announced that it had formed a new 802.11 Task Group (TGn) to develop a new amendment to the 802.11 standard for wireless local-area networks. The real data throughput will reach a theoretical 270 Mbit/s for the required dual stream MIMO device. (which may require an even higher raw data rate at the physical layer), and should be up to 20 times faster than 802.11b, and up to 3 times faster than 802.11a and up to 4 times faster than 802.11g.
July 2005 - Previous competitors TGn Sync, WWiSE, and a third group, MITMOT, said that they would merge their respective proposals as a draft. The standardization process is expected to be completed by the second quarter of 2009.
19 January 2006 - the IEEE 802.11n Task Group approved the Joint Proposal's specification, based on EWC's draft specification.
March 2006 - the IEEE 802.11 Working Group sent the 802.11n Draft to its first letter ballot, allowing the 500+ 802.11 voters to review the document and suggest bugfixes, changes and improvements.
2 May 2006 - the IEEE 802.11 Working Group voted not to forward Draft 1.0 of the proposed 802.11n standard. Only 46.6% voted to approve the ballot. To proceed to the next step in the IEEE standards process, a majority vote of 75% is required. This letter ballot also generated approximately 12000 comments -- much more than anticipated.
November 2006 - TGn voted to accept draft version 1.06, incorporating all accepted technical and editorial comment resolutions prior to this meeting. An additional 800 comment resolutions were approved during the November session which will be incorporated into the next revision of the draft. As of this meeting, three of the 8 comment topic ad hoc groups chartered in May have had completed their work and 88% of the technical comments had been resolved with approximately 370 remaining.
19 January 2007 - the IEEE 802.11 Working Group unanimously (100 yes, 0 no, 5 abstaining) approved a request by the 802.11n Task Group to issue a new Draft 2.0 of the proposed standard. Draft 2.0 was based on the Task Group's working draft version 1.10. Draft 2.0 was at this point in time the cumulative result of thousands of changes to the 11n document as based on all previous comments.
7 February 2007 - the results of Letter Ballot 95, a 15-day Procedural vote passed with 97.99% approval and 2.01% disapproval. On the same day, 802.11 Working Group announced the opening of Letter Ballot 97. It invited detailed technical comments to closed on 9 March 2007.
9 March 2007 - Letter Ballot 97, the 30-day Technical vote to approve Draft 2.0, closed. They were announced by IEEE 802 leadership during the Orlando Plenary on 12 March 2007. The ballot passed with an 83.4% approval, above the 75% minimum approval threshold. There were still approximately 3,076 unique comments, which will be individually examined for incorporation into the next revision of Draft 2.
22 August 2007 - Almost 70 products certified for compliance with Draft 2.0 of the 802.11n.
See also: 802.11 non-standard equipment#Pre-802.11n equipment

[edit] Channels and international compatibility
See also: Wi-Fi Technical Information
802.11b and 802.11g – as well as 802.11n when using the 2.4 GHz band – divide the 2.4 GHz spectrum into 14 overlapping, staggered channels whose center frequencies are 5 megahertz (MHz) apart. The 802.11b, and 802.11g standards do specify the center frequency of the channel and a spectral mask width to a power level for that channel. The spectral mask for 802.11b requires that the signal be attenuated by at least 30 dB from its peak energy at ± 11 MHz from the center frequency. This means that an 802.11b/g product occupies five channels to an energy level of 30 dB down from the peak or center of the signal. For an FCC country the valid channels are one through eleven: this limits the number of non-overlapped channels to three. The normal system level channel configurations for deployments are channels 1, 6 and 11 for an FCC country and 1, 5, 9 and 13 for an European Union country.
Since the spectral mask only defines power output restrictions up to ± 22 MHz from the center frequency to be attenuated by 50 dB, it is often assumed that the energy of the channel extends no further than these limits. It is more correct to say that, given the separation between channels 1, 6, and 11, the signal on any channel should be sufficiently attenuated to minimally interfere with a transmitter on any other channel. However, due to the near-far problem, a typical transmitter on an adjacent channel can impact a weaker signal on a non-overlapping channel only if it is closely placed to the victim radio (within a meter).
Although the statement that channels 1, 6, and 11 are "non-overlapping" is limited to a spacing or product density, the 1–6–11 guideline has merit. If transmitters are closer together than channels 1, 6, and 11 (for example, 1, 4, 7, and 10), overlap between the channels may cause unacceptable degradation of signal quality and throughput.[5]
The channels that are available for use in a particular country differ according to the regulations of that country. In the United States, for example, FCC regulations only allow channels 1 through 11 to be used. In Europe channels 1–13 are licensed for 802.11b operation (with 1, 5, 9 and 13 usually deployed). In Japan, all 14 channels are licensed for 802.11b operation.

[edit] Country Specific Licensing

[edit] Australia
In Australia there is no unlicensed spectrum, however operation of WLAN devices is allowed under the following Class Licence:
Radiocommunications Class Licence (Low Interference Potential Devices)
This licence allows for the operation of Digital modulation transmitters in the bands of 2400-2483.5 & 5725-5850 MHz bands, and the operation of Radio Local Area Network transmitters in 5150-5350 (Indoor Only), 5470-5600 & 5650-5725 MHz Bands. This corresponds to 802.11b/g channels 1 to 13, and 802.11a channels 36,40,44,48,52,56,60,64,149,153,157,161,165

[edit] Standard and Amendments
Within the IEEE 802.11 Working Group[4], the following IEEE Standards Association Standard and Amendments exist:
IEEE 802.11 - THE WLAN STANDARD was original 1 Mbit/s and 2 Mbit/s, 2.4 GHz RF and IR standard (1997), all the others listed below are Amendments to this standard, except for Recommended Practices 802.11F and 802.11T.
IEEE 802.11a - 54 Mbit/s, 5 GHz standard (1999, shipping products in 2001)
IEEE 802.11b - Enhancements to 802.11 to support 5.5 and 11 Mbit/s (1999)
IEEE 802.11c - Bridge operation procedures; included in the IEEE 802.1D standard (2001)
IEEE 802.11d - International (country-to-country) roaming extensions (2001)
IEEE 802.11e - Enhancements: QoS, including packet bursting (2005)
IEEE 802.11F - Inter-Access Point Protocol (2003) Withdrawn February 2006
IEEE 802.11g - 54 Mbit/s, 2.4 GHz standard (backwards compatible with b) (2003)
IEEE 802.11h - Spectrum Managed 802.11a (5 GHz) for European compatibility (2004)
IEEE 802.11i - Enhanced security (2004)
IEEE 802.11j - Extensions for Japan (2004)
IEEE 802.11-2007 - A new release of the standard that includes amendments a, b, d, e, g, h, i & j. (July 2007)
IEEE 802.11k - Radio resource measurement enhancements (proposed - 2007?)
IEEE 802.11l - (reserved and will not be used)
IEEE 802.11m - Maintenance of the standard. Recent edits became 802.11-2007. (ongoing)
IEEE 802.11n - Higher throughput improvements using MIMO (multiple input, multiple output antennas) (September 2008)
IEEE 802.11o - (reserved and will not be used)
IEEE 802.11p - WAVE - Wireless Access for the Vehicular Environment (such as ambulances and passenger cars) (working - 2009?)
IEEE 802.11q - (reserved and will not be used, can be confused with 802.1Q VLAN trunking)
IEEE 802.11r - Fast roaming Working "Task Group r" - 2007?
IEEE 802.11s - ESS Extended Service Set Mesh Networking (working - 2008?)
IEEE 802.11T - Wireless Performance Prediction (WPP) - test methods and metrics Recommendation (working - 2008?)
IEEE 802.11u - Interworking with non-802 networks (for example, cellular) (proposal evaluation - ?)
IEEE 802.11v - Wireless network management (early proposal stages - ?)
IEEE 802.11w - Protected Management Frames (early proposal stages - 2008?)
IEEE 802.11x - (reserved and will not be used, can be confused with 802.1x Network Access Control)
IEEE 802.11y - 3650-3700 Operation in the U.S. (March 2008?)
There is no standard or task group named "802.11x". Rather, this term is used informally to denote any current or future 802.11 amendment, in cases where further precision is not necessary. (The IEEE 802.1x standard for port-based network access control is often mistakenly called "802.11x" when used in the context of wireless networks.)
802.11F and 802.11T are recommended practices, rather than standards and are capitalized as such.

[edit] Standard or Amendment?
Both the terms "standard" and "amendment" are used when referring to the different variants of IEEE 802.11. Which is correct?
As far as the IEEE Standards Association is concerned, there is only one current standard, it is denoted by- IEEE 802.11 followed by the date that it was published. IEEE 802.11-2007 is the only version currently in publication. The standard is updated by means of amendments. Amendments are created by task groups (TG). Both the task group and their finished document are denoted by 802.11 followed by a non-capitalized letter. For example IEEE 802.11a and IEEE 802.11b. Updating 802.11 is the responsibility of task group m. In order to create a new version, TGm combines the previous version of the standard and all published amendments. TGm also provides clarification and interpretation to industry on published documents. New versions of the IEEE 802.11 were published in 1999 and 2007.
The working title of 802.11-2007 was 802.11-REVma. This denotes a third type of document, a "revision". The complexity of combining 802.11-1999 with 8 amendments made it necessary to revise already agreed upon text, as a result, additional guidelines associated with a revision had to be followed.

[edit] Nomenclature
Various terms in 802.11 are used to specify aspects of wireless local-area networking operation, and may be unfamiliar to some readers.
For example, Time Unit (usually abbreviated TU) is used to indicate a unit of time equal to 1024 microseconds. Numerous time constants are defined in terms of TU (rather than the nearly-equal millisecond).
Also the term "Portal" is used to describe an entity that is similar to an IEEE 802.1D bridge. A Portal provides access to the WLAN by non-802.11 LAN STAs.

[edit] Community networks
With the proliferation of cable modems and DSL, there is an ever-increasing market of people who wish to establish small networks in their homes to share their high speed Internet connection.
Many hotspot or free networks frequently allow anyone within range, including a passersby outside, to connect to the Internet. There are also efforts by volunteer groups to establish wireless community networks to provide free wireless connectivity to the public.

[edit] Security
In 2001, a group from the University of California, Berkeley presented a paper describing weaknesses in the 802.11 Wired Equivalent Privacy (WEP) security mechanism defined in the original standard; they were followed by Fluhrer, Mantin, and Shamir's paper entitled "Weaknesses in the Key Scheduling Algorithm of RC4". Not long after, Adam Stubblefield and AT&T publicly announced the first verification of the attack. In the attack they were able to intercept transmissions and gain unauthorized access to wireless networks.
The IEEE set up a dedicated task group to create a replacement security solution, 802.11i (previously this work was handled as part of a broader 802.11e effort to enhance the MAC layer). The Wi-Fi Alliance announced an interim specification called Wi-Fi Protected Access (WPA) based on a subset of the then current IEEE 802.11i draft. These started to appear in products in mid-2003. IEEE 802.11i (also known as WPA2) itself was ratified in June 2004, and uses government strength encryption in the Advanced Encryption Standard AES, instead of RC4, which was used in WEP. The modern recommended encryption for the home/consumer space is WPA2 (AES PreShared Key) and for the Enterprise space is WPA2 along with a radius server the strongest is EAP-TLS.
In January 2005, IEEE set up yet another task group TGw to protect management and broadcast frames, which previously were sent unsecured. See IEEE 802.11w

[edit] Non-standard 802.11 extensions and equipment
Many companies implement wireless networking equipment with non-IEEE standard 802.11 extensions either by implementing proprietary or draft features. These changes may lead to incompatibilities between these extensions.
For more details on this topic, see 802.11 non-standard equipment.

[edit] See also
AirPort, Apple wireless system based on 802.11 (b, g, and n).
Bluetooth, another wireless protocol primarily designed for shorter range applications.
Ultra-wideband
Wibree
WiMAX (also known as 802.16), another wireless protocol designed for MANs.
Spectral efficiency comparison table
802.15
List of device bandwidths

[edit] External links
IEEE 802.11 working group
Download the 802.11 standards from IEEE
Official IEEE 802.11 Work Plan predictions
"Using the Fluhrer, Mantin, and Shamir Attack to Break WEP" (2001), paper by Stubblefield (PDF)

[edit] References
^ ARRLWeb: Part 97 - Amateur Radio Service. American Radio Relay League.
^ IEEE 802.11 Working Group (2007-06-12). IEEE 802.11-2007: Wireless LAN Medium Access Control (MAC) and Physical Layer (PHY) Specifications. ISBN 0-7381-5656-9.
^ http://www.enhancedwirelessconsortium.org/ Enhanced Wireless Consortium
^ a b Official IEEE 802.11 working group project timelines (2007-07-02). Retrieved on 2007-07-09.
^ Channel Deployment Issues for 2.4 GHz 802.11 WLANs. Cisco Systems, Inc. Retrieved on 2007-02-07.
Retrieved from "http://en.wikipedia.org/wiki/IEEE_802.11"